Dampak krisis keuangan global telah merambah ke Indonesia. Menurut Departemen Perdagangan, pasar ekspor ke Eropa turun dari 17,1% (2003) menjadi 13,9% (pertengahan 2008); pasar ke Amerika turun dari 14,7% menjadi 11,6%; sedangkan pasar ekspor ke Jepang turun dari 14,4% menjadi 12,5%. Selain itu, yang perlu mendapatkan perhatian adalah kemungkinan membanjirnya berbagai produk luar negeri yang diakibatkan tidak terserapnya produk tersebut di pasar-pasar negara-negara maju seperti Eropa, Jepang dan Amerika.
Menurunnya pasar ekspor dan membanjirnya produk luar tersebut apabila tidak diantisipasi dengan baik akan berimbas pada terganggunya industri nasional kita. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan produksi industri di Indonesia terutama industri pengolahan besar dan sedang pada triwulan III (2008) hanya naik sebesar 1,6% dari tahun 2007. Hal ini jauh menurun jika dibandingkan dengan kenaikan produksi pada Triwulan III (2007) yang sebesar 5,57 persen dari tahun 2006.
Presiden telah memberikan 10 arahan untuk antisipasi krisis global, empat di antaranya adalah usaha sektor riil harus tetap bergerak, cerdas menangkap peluang kerja sama dengan negara lain, cinta menggunakan produk dalam negeri, perkokoh sinergi dan kemitraan pemerintah dan dunia usaha. Arahan presiden tersebut merupakan momentum bagi kita untuk membuat terobosan dan berinovasi. Inovasi yang dapat memberikan nilai tambah produk sumber daya alam yang kita miliki dengan mengembangkan produk-produk baru maupun inovasi dalam memproduksi barang dan jasa yang lebih berkualitas, sekaligus inovasi dalam menciptakan peluang pasar baik pasar dalam maupun luar negeri.
Produk Jadi dan Industri Kreatif
Perlunya berinovasi tidak lepas dari kondisi komoditas ekspor kita yang masih didominasi produk-produk bahan baku atau barang setengah jadi. Padahal, jika produk tersebut diolah, selain bisa meningkatkan nilai tambah, juga akan membangkitkan industri nasional yang mampu menyerap tenaga kerja baru. Inovasi perlu dukungan aktivitas riset dan pengembangan yang sejalan dengan kebutuhan industri. Dalam buku 100 Inovasi Indonesia, banyak hasil inovasi yang telah dikembangkan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang seperti BPPT, LIPI, Batan, Industri, bahkan masyarakat umum, yang siap diaplikasikan di sektor produksi, baik dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam proses poduksi, meningkatkan kualitas produk, bahkan untuk memberikan nilai tambah sumber daya alam kita dengan pengembangan produk baru.
Contoh inovasi yang berpotensi menembus pasar dunia adalah apa yang telah dihasilkan oleh Linawati Hardjito dkk dari IPB yang telah mengembangkan ekstrak, proses pembuatan, penggunaan dan formulasi biji mangrove sebagai bahan aktif tabir surya. Potensi sumber daya alam kita yang satu ini sering terlupakan, padahal masyarakat kita secara tradisional banyak yang memanfaatkan biji mangrove untuk pelindung dari sengatan matahari. Keunggulan inovasi ini adalah menggunakan bahan dasar alami, ramah lingkungan dan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Walaupun masih memerlukan beberapa penyempurnaan seperti aroma agar lebih disukai oleh konsumen, namun hasil inovasi ini telah diincar oleh perusahaan asing dari Jerman.
Industri kreatif telah menjadi salah satu industri unggulan yang berpeluang untuk pasar ekspor dan pasar domestik tentunya. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan saat ini telah menyusun Road Map Industri Kreatif Nasional. Salah satu contoh adalah batik. Dalam upaya mendukung pengembangan industri kreatif batik, anak-anak muda dari Bandung (M Lukman dkk) telah mengembangkan inovasi tentang Proses Membuat Batik Fraktal, yang mampu menyatupadukan aspek seni tradisional dalam membuat desain/motif batik dengan sains dan teknologi, sehingga memungkinkan untuk menciptakan motif-motif baru secara cepat dengan beragam pilihan. Komputer merupakan alat bagi desainer batik untuk menghasilkan pola-pola baru. Indonesia punya peluang untuk membatikkan dunia, karena dengan software bisa membuat batik, dan membuktikan position batik yang kita punya.
BPPT pun saat ini telah menghasilkan berbagai inovasi yang layak dipasarkan ke luar negeri, salah satunya adalah Pipa Apung dari Karet Alami. Dengan pengembangan Pipa Apung ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri pengerukan dan perminyakan atas pipa karet apung yang saat ini masih diimpor. Di samping itu, beberapa produk inovasi lain yang berpotensi ekspor adalah produk obat herbal.
Banyak Hasil Inovasi di Sekitar Kita
Di samping hasil-hasil inovasi yang telah dihasilkan tersebut, saat ini telah ada ribuan, bahkan jutaan paten yang sudah kedaluwarsa dan bisa diakses melalui internet. Tantangan kita ke depan adalah sejauh mana kita bisa memanfaatkan paten-paten tersebut untuk memperkuat industri kita. Memang tidaklah mudah menerjemahkan informasi yang tertuang dalam dokumen paten tersebut untuk dikomersialisasikan. Berbagai analisis, uji dan penyesuaian perlu dilakukan agar sesuai dengan karakteristik bahan baku dan lingkungan di Indonesia. Namun, dengan adanya informasi paten kedaluwarsa tersebut, setidaknya membuka ruang bagi kita bahwa banyak hasil inovasi yang ada di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan tanpa harus melakukan penelitian dari awal.
Dengan tersedianya berbagai informasi hasil inovasi yang memiliki potensi pasar luar negeri tersebut, langkah ke depan yang diperlukan adalah mendorong kolaborasi antara lembaga litbang dengan industri dalam pengembangan riset bersama. Kemitraan bisa dalam bentuk pemanfaatan hasil-hasil inovasi oleh industri (supply push) atau dalam bentuk kontrak riset dengan judul dan topik riset yang berasal dari industri (demand pull).
Untuk merealisasikan upaya tersebut, dukungan pemerintah masih sangat diperlukan. Pertama pemberian insentif bagi aplikasi hasil inovasi di industri yang masih memerlukan penyesuaian-penyesuaian di lapangan; kemudahan bagi industri untuk akses informasi kompetensi para peneliti, perekayasa dan akses peralatan yang ada di lembaga litbang untuk kegiatan riset bersama. Tidak kalah pentingnya adalah aspek legal berupa perlindungan kekayaan intelektual.
Sejalan dengan peningkatan alokasi APBN untuk sektor pendidikan yang mencapai 20%, tentunya diharapkan bukan hanya mendorong peningkatan aktivitas penelitian di perguruan tinggi maupun lembaga litbang dalam kuantitas. Lebih jauh dari itu adalah agar kegiatan penelitian tersebut lebih difokuskan untuk mendayagunakan hasil penelitian yang telah dikembangkan sebelumnya pada kehidupan nyata, baik di industri maupun di masyarakat.
0 komentar:
Post a Comment